Rabu, 23 April 2014

makalah keperaawatan virologi

MAKALAH VIROLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah awal Virologi
Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk suborganisme, terutama virus. Dalam perkembangannya. Virologi memiliki posisi strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari karena bermanfaat bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga menjadi perhatian pada bidang kedokteran, kedokteran hewan, peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi. Pada pertengahan abad ke 19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk bakteri, jamur dan protozoa telah mampu di-buktikan. Pada masa tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan bahwa suatu penyebab penyakit harus :
1. Dapat ditemukan pada lesi penyakit
2. Dapat dibuat biakan murni,
3. Menimbulkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada pejamunya,
4. Dapat diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah secara luas
diterima ilmuwan sebagai dogma.
Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis bahwa di dunia ini terdapat makhluk yang sangat kecil dan tidak mampu diamati dengan mikroskop biasa serta mampu menyebabkan penyakit; tetapi karena tiadanya bukti-bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis ini banyak sekali ditentang. Pada akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky berhasil menginfeksi tembakau sehat dengan filtrat tembakau sakit yang telah dilewatkan pada saringan yang mampu menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak menyimpulkan bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil dari bakteri. Bukti awal bahwa etiologi penyakit tersebut merupakan organisma submikroskopik dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck. Beijerinck membuktikan bahwa infektifitas etiologi penyakit mosaik tembakau yang telah berulang kali diencerkan akan meningkat kembali jika dipasasi pada tanaman hidup. Bukti ini diperkuat dengan Felix D
��Herelle tentang titrasi virus bakteri dengan cara esai plaque pada tahun 1917 dan keberhasilan memvisualisasikan virion dengan mikroskop elektron pada tahun 1939. Fase berikutnya dari perkembangan virologi adalah fase pemahaman pada tingkat biokimiawi. Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan melakukan penelitian tentang infeksi bakteriofaga pada sintesis DNA dan RNA. Cohen menemukan bahwa terjadi perubahan dramatik pada inetabolisme RNA, DNA dan protein pada sel pejamu yang terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi virus mampu menimbulkan tatanan baru dalam sintesa makromolekul oleh set pejamu. Pada periode yang hampir bersamaan ditemukan teknologi pembiakan virus pada biakan sel sebagai pengganti binatang hidup dan telur berembrio. Temuan ini memung-kinkan pengendalian variabel penelitian lebih baik. Temuan dalam bentuk teknologi dan bahan serta ide yang dikem-bangkan daripadanya terbukti berdampak luas, misalnya saja dalam hal pembuatan vaksin. Jika antara tahun 1798-1949, semua vaksin dibuat dalam telur berembrio, setelah periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn biakan sel dengan scaling up yang lebih efisien dan efek samping vaksin yang lebih kecil.
Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V dapat dipakai sebagai pelacak untuk mengetahui berbagai fenomena biologis. Dengan menggunakan sel yang diinfeksi oleh virus, dapat diketahui lebih jauh bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein, baik berupa pemecahan atau peng-gabungan, penambahan gugus karbohidrat ataupun terjadinya fosforilasi. Dengan kata lain, banyak pengetahuan tentang inetabolisme sel baik yang normal maupun yang tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan dengan dasar itu pula terbuka kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Struktur dan karakteristik Virus
Virus selalunya terdiri daripada lapisan protein sebagai pelindung (sampul), teras protein yang menyimpan gen virus, dan gen virus itu sendiri. Sampul yang selalunya dihasilkan daripada membran sel perumah, melindungi genom virus dan memberikan mechanisme (the involuntary and consistent response of an
organism to a given stimulus) kepada virus tersebut.
1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer.
2. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang yang terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang merugikan virus.
3. Isi tubuh
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain itu di dalam isi virus terdapat beberapa
enzim.
4. Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.

2.2 Ukuran Virus
Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut.
Bagian-bagian ini berfungs  dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.
Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian sel.
2.3 Taksonomi Virus
Pengklasifikasian virus yang meliputi banyak hal yaitu mulai dari karakteristik (morfologi, genom,fisika-kimia,dan sifat fisiologisnya, protein, antigenic, dan sifat biologisnya) hingga tingkatan ordo, famili, genus, dan spesies
1. Ordo virus:
Merupakan pengelompokan famili virus yang memiliki banyak kesamaan karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran
��Virales��. Salah satu virus yang telah diberi penamaan oleh ICTV (International Commitee on Taxonomy of Virus) adalah ��Mononegavirales��,yang terdiri dr famili ��paramyxoviridae,Rhabdoviridae,dan Filoviridae
2. Famili virus:
Merupakan pengelompokan genus virus yang memiliki byk kesamaan karakteristik dan dibedakan dr anggota famili lainnya. Famili virus ditandai dengan akhiran
��Viridae��. Contohnya: Picornaviridae, Togaviridae, Poxviridae, Herpesviridae, dan Paramyxoviridae. Pada beberapa famili (misalnya:Herpesviridae) terdapat hubungan antara individu-individunya mempunyai 1 subfamili, yang ditandai dengan akhiran ��virinae��. Herpesviridae diklasifikasikan ke dalam Alphaherpesvirinae (mis: Herpes simplex virus), Betaherpesvirinae (Cytomegalovirus), dan
Gammaherpesvirinae (misal:Epstein-Barr Virus).
3. Genus virus:
Merupakan pengelompokan spesies virus yang memiliki banyak kesamaan
karakteristik. Genus virus ditandai dengan tambahan Virus
��. Ditandai dengan
akhiran
��Virus�� (misal: Genus Simplex virus dan genus Varicellovirus pada
Alphaherpesvirinae).
4. Spesies virus: menggambarkan suatu klas polythetic pada virus yang
merupakan replikasi keturunan dan menempati bagian relung ekologinya.
2.4 Pengelompokkan Virus
Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu virus ARN (ribovirus) dan virus ADN (deoksiribovirus).
Berikut ini beberapa contoh dari kedua kelompok virus tersebut dan penyakit
yang ditimbulkannya.
Virus ARN Virus ADN
Nama Penyakit Nama Penyakit
Virus
orthomyxo
Influenza Virus mozaik Bercak-bercak pada
daun tembakau
Virus rhabdo Rabies Virus herpes Herpes
Virus hepatitis Hepatitis Virus pox Cacar
Virus
paramyxo
Pes pada hewan
ternak
Virus papova Kutil pada manusia
Retrovirus AIDS
Virus picorna Polio
Virus toga Demam kuning dan
ensefalitis
Virus arena Meningitis
Selain berdasarkan asam nukleatnya, virus dapat dikelompokkan berdasarkan bagianbagian
tubuh yang diserangnya, antara lain:
Bagian tubuh yang diserang Penyakit yang ditimbulkan
Saluran pernapasan Pilek, influenza, dan batuk.
Kulit Kutil, cacar, dan campak.
Organ dalam Hepatitis, kanker, dan AIDS.
Saraf pusat Rabies dan polio.
Umumnya virus hanya menyerang dan berkembang pada sel yang spesifik. Misalnya
virus mozaik tembakau hanya menyerang tumbuhan, virus rabies hanya menyerang
mamalia, bakteriofage hanya menyerang bakteri.
Untuk mendapatkan gambaran tentang siklus hidup bakteriofag, perlu ditinjau tingkatantingkatan
yang terjadi pada waktu phage menyerang bakteri:
1. Pada permulaannya phage melekat dengan bagian ekornya pada bagian tertentu dari
sel (fase adsorpsi phage pada sel) .
2. DNA phage dimasukkan ke dalam sel melalui tubus ekornya, DNA phage merusak
DNA bakteri sehingga proses di dalam sel dikendalikan oleh DNA phage, kemudian
akan terbentuk protein (selubung) phage dan DNA phage yang baru
(faseperkembangan phage).
3. Yang terakhir ialah keluarnya partikel-partikel virus (bekteriophage) dari sel. Sel
Bakteri mengalami lisis (bakteriolisis/ fase pembebasan phage).
Ada pula yang sifatnya lebih spesifik seperti virus hepatitis hanya menyerang sel-sel
hati, virus influenza menyerang saluran pernapasan atas, virus HIV hanya menyerang
sel darah putih.
2.5 Reproduksi Virus
Reproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik prosesproses
pada siklus litik: pertama, virus akan mengdakan adsorpsi atau attachment
yang ditandai dengan menmpelnya virus pada dinding sel, kemudian pada virus
tertentu (bakteriofage), melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi
membran sel dengan menggunakan enzim, setelah itu virus akan memulai
mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian virus akan
memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis
Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke profage( dimana
materi genetiak virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami pembelan
binner, dan profage keluar dari kromosom bakteri. Siklus litik:
�� Waktu relatif
singkat
�� Menonaktifkan bakteri �� Berproduksi dengna bebas tanpa terikat pada
kromosom bakteri siklus lisogenik
�� �� Waktu relatif lama Mengkominasi materi
genetic bakteri dengn virus
�� Terikat pada kromosom bakteri.
1. Daur litik (litic cycle)
a. Fase Adsorbsi (fase penempelan)
Ditandai dengan melekatnya ekor virus pada sel bakteri. Setelah
menempel virus mengeluarkan enzim lisoenzim (enzim penghancur)
sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri untuk memasukkan asam
inti virus.
b. Fase Injeksi (memasukkan asam inti)
Setelah terbentuk lubang pada sel bakteri maka virus akan memasukkan
asam inti (DNA) ke dalam tubuh sel bakteri. Jadi kapsid virus tetap berada
di luar sel bakteri dan berfungsi lagi.
c. Fase Sintesis (pembentukan)
DNA virus akan mempengaruhi DNA bakteri untuk mereplikasi bagianbagian
virus, sehingga terbentuklah bagian-bagian virus. Di dalam sel
bakteri yang tidak berdaya itu disintesis virus dan protein yang dijadikan
sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus.
d. Fase Asemblin (perakitan)
Bagian-bagian virus yang telah terbentuk, oleh bakteri akan dirakit
menjadi virus sempurna. Jumlah virus yang terbentuk sekitar 100-200
buah dalam satu daur litik.
e. Fase Litik (pemecahan sel inang)
Ketika perakitan selesai, maka virus akan menghancurkan dinding sel
bakteri dengan enzim lisoenzim, akhirnya virus akan mencari inang baru.
2. Daur lisogenik (lisogenic cycle)
a. Fase Penggabungan
Dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA bakteri,
kemudian DNA virus menyisip di antara benang DNA bakteri yang
terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA bakteri terkandung
materi genetik virus.
b. Fase Pembelahan
Setelah menyisip DNA virus tidak aktif disebut profag. Kemudian DNA
bakteri mereplikasi untuk melakukan pembelahan.
c. Fase Sintesis
DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk bagian-bagian viirus
d. Fase Perakitan
Setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA masuk
ke dalam akan membentuk virus baru
e. Fase Litik
Setelah perakitan selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang terlepas dari
inang akan mencari inang baru
2.6 Kultur sel dan Pertumbuhan Virus
1. Metode Kultur Sel
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan
sel yang terinfeksi virus secara invitro.
Perbanyakan sel dilakukan di atas tabung gelas atau flask (labu plastik)
dengan ukuran yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam bejana yang
luas. Tekhnik ini dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas
dari kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui
konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang
sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C) dengan
posisi mendatar. Sel akan melekat pada permukaan dan mulai bereplikasi
membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling berikatan satu dengan
lainnya.
Setelah beberapa hari medium yang digunakan untuk pertumbuhan dan
metabolisme sel akan habis, dan jika tidak diganti maka sel akan
mengalami kerusakan dan akan mati. Sel monolayer diberi perlakuan
dengan tripsin dan atau larutan versene untuk mendapatkan sel tunggal. Sel
ini kemudian ditumbuhkan pada flask yang baru. Sel monolayer digunakan
untuk menumbuhkan dan menguji beberapa aspek interaksi virus dengan
inang. Selain untuk menumbuhkan sel monolayer, beberapa tipe sel juga
dapat ditumbuhkan di dalam larutan dimana sel tersebut tidak menempel
pada permukaan flask dan tidak menempel satu dengan lainnya, misalnya
sel hibridoma yang mengsekresikan antibodi monoklonal.
2. Media dan Buffer
Kebanyakan media pertumbuhan yang digunakan merupakan media
kimiawi, tetapi ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung
stimulan yang penting untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum
dengan tambahan stimulan tertentu digunakan untuk beberapa tujuan.
Media mengandung larutan garam isotonis, asam amino, vitamin, dan
glukosa, sontohnya Eagle
��s Minimal Esential Medium (MEM) yang
diformulasikan oleh Eagle th 50-an. Selain mengandung serum, MEM juga
diperkaya dengan antibiotik (biasanya penicillin dan streptomycin) untuk
membantu mencegah kontaminasi bakteri. Umumnya pertumbuhan sel
yang baik terjadi pada pH 7,0-7,4. Media juga ditambah fenol red sebagai
indikator pH yang akan berwarna merah pada pH 7,4, orange pH 7,0, dan
kuning pH 6,5, kebiru-biruan pH 7,6 dan ungu pH 7,8.
Media tumbuh juga membutuhkan penyangga di antara dua kondisi, yaitu:
a. Penggunaan flask terbuka menyebabkan masuknya O2 dan
meningkatnya pH
b. Konsentrasi sel yang tinggi menyebabkan diproduksinya CO2 dan asam
laktat menyebabkan turunnya pH.
Kedua kondisi ini dihadapi dengan dengan memberikan buffer ke dalam
media dan ke dalam inkubator dialirkan CO2 dari luar. Buffer yang
biasanya digunakan adalah sistem bikarbonat-CO2, sehingga ke dalam
media pertumbuhan ditambahkan larutan bikarbonat. Reagent yang
digunakan di dalam media dan kultur sel harus disterilisasi dengan
autoclave (uap panas), hot-air oven (panas kering), membrane filtration,
atau diirradiasi untuk peralatan plastik.
3. Pertumbuhan Virus di dalam Kultur
Kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan dengan menumbuhkan
virus di dalam suatu kultur, mekipun saat ini banyak penelitian yang
dilakukan seluruhnya bersandarkan pada gen yang dikloning dan protein
yang diekspresikan di luar kultur sel. Virus yang dapat tumbuh di dalam
kultur dapat dipelajari lebih detail. Ketidakmampuan untuk tumbuh secara
in vitro sangat membatasi kemajuan penelitian, misalnya pada penelitian
produksi vaksin dan pengembangan obat-obatan anti virus untuk hepatitis
B dan C.
Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock
virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C dan disebut
sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung pada jumlah
peremajaannya.
Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity of
infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus
melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel.
Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media ekstraseluler di sekitar
kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah lisis karena pembekuan dan
pencarian (freezing and thawing) atau dilisis menggunakan cawan
ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan infectivity assay.
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada
pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti 10
unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan terinfeksi
secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera
dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan
progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel.
4. Penggunaan Telur berembrio
Untuk beberapa virus, kultur sel bukan merupakan pilihan tepat untuk
menumbuhkan virus sehingga digunakanlah fertilized embrio ayam.
Fertilized embrio memiliki berbagai membran dan rongga yang dapat
mendukung pertumbuhan virus. Aliquot kecil dan virus diinokulasikan ke
dalam rongga allantoic telur. Virus kemudian menempel dan bereplikasi di
dalam rongga yang dihasilkan dan sel epitel. Virus kemudian menempel
dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel epitel. Virus
dilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan selama
sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza diperbanyak dengan cara
sama seperti ini.
Berbagai contoh virus yang dapat ditumbuhkan secara kultur dan atau melalui
embrio, antara lain:
a. Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam kultur dan pada
membran chorio-allantoic
b. Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur sel manusia
(jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan pada sel ginjal
kera *Cytomegalovirus, dapat tumbuh lambat dalam kultur jaringan sel
paru-paru embrio manusia
c. Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspensi dari limfoblas
manusia
d. Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung korioalantois telur berembrio

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dunia mikroba adalah dunia organisma yang sangat kecil, sehingga tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang. Walupun sudah agak lama dikenal, namun dunia mikroba baru mulai terbuka secara luas sejak manusia menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop, hasil temuan Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723). Mikroskop tersebut sangat sederhana, hanya memiliki satu lensa, dan mencapai pembesaran kurang dari 200 kali. Tetapi dengan mikroskop sederhana tersebut misteri tentang bentuk mikroba yang sebelumnya masih merupakan rahasia besar mulai terungkap.
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri danorganisme lain yang tidak berinti sel). Biasanya virus mengandung sejumlah kecil  asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

 

DAFTAR PUSTAKA
Brooks, F Geo dkk, 2005.
�� Microbiologi kedokteran�� Jakarta : Salemba Medika
Pelczar, J Michael. 1988.
�� Dasar Dasar Mikrobiologi�� Jakarta ; UI Press
Wikipedia, 2008. Virus. http://id.wikipedia.org/wiki/Virus (Diakses pada tanggal 28
November 2008).
http://rahma02.wordpress.com/2007/10/31/virologi/ (Diakses pada tanggal 28
November 2008).
Sumarsih, 2007. Buku Ajar Mikrobiologi.
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2007/12/buku-ajar-mikrobiologi.pdf
(Diakses pada tanggal 28 November 2008).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar